Badan Riset dan Inovasi Nasional
07-11-2022
13-08-2024
13dc206c-38f8-4151-86cb-bedca6e71b8b
Buku ilmiah beIjudul Problematika Minoritas Muslim di Kanada dan Prancis Pasca 9...
Problematika Minoritas Muslim di Asia Tenggara: Kasus Moro, Pattani dan Rohingya...
Minoritas Muslim di India dan Cina mempunyai problematika akut dalam hubungannya...
Penelitian Minoritas Muslim di Australia dan Inggris merupakan salah satu dari s...
Penelitian Minoritas Muslim dan Isu Terorisme di Amerika Serikat merupakan salah...
INFORMASI: Data berikut ini masih dalam proses pemenuhan Prinsip SDI.
Problematika Minoritas Muslim di Israel
Banyak kalangan menganggap Israel adalah sebuah negara yang "paling demokratis" di Timur Tengah. Anggapan itu bisa jadi ada benarnya, bila permasalahan demokrasi dilihat dari adanya keteraturan pergantian penguasa, partisipasi politik masyarakat yang meluas, dan pemilihan umum yang bebas. Warga Israel dapat memilih anggota Knessel (parlemen) dan Perdana Menteri dengan bebas. Pergantian pemimpin berlangsung, tanpa mengalami goncangan yang berarti. Knessel dapat melakukan fungsi kontrol pada pemerintah dengan baik. Masyarakat diberikan berbagai fasilitas oleh pemerintah dalam menjalani kiprah kehidupannya. Tetapi, sayangnya kondisi itu hanya berlaku pada masyarakat Yahudi. Mereka diperlakukan istimewa oleh negara. Warga negara Israel non Yahudi menjadi "warga kelas dua atau kelas tiga". Dalam kehidupan kesehariannya, kelompok terakhir ini mengalami perlakuan yang diskriminatif. Minoritas Arab Israel misalnya, tidak begitu dapat mengekspresikan kehidupannya secara bebas. Mereka mengalami diskriminasi kebijakan pemerintah Israel. Benar, mereka dapat menjadi anggota knessel bila terpilih dalam pemilihan umum, tetapi mereka tidak bisa serta merta menduduki jabatan-jabatan yang strategis. Kebijakan pemerintah Israel itu dapat dirunut dengan melihat maksud diciptakannya negara tersebut. Sejak awal, kaum Yahudi telah menginginkan suatu negara tersendiri yang dapat membebaskan mereka dari berbagai kesulitan kehidupan, selama dalam diaspora. Mereka kemudian memformulasikan suatu faham yang diambi dari ajaran Yudaisme. Ajaran itu sendiri, sebenarnya memang membimbing bangsa Yahudi untuk dapat hidup bersatu, bebas dan damai, dimanapun mereka berada. Ajaran Yudaisme yang "bebas politik" itu kemudian digunakan oleh sebagian penganutnya untuk "memfasilitasi" berdirinya sebuah negara politik. Tanah palestina (yang belakangan disebut Israel setelah kemerdekaannya) dijadikan obyek wilayah "Tanah yang dijanjikan" (The Promised Land). Gerakan ini semakin menemukan bentuknya, setelah ada Kongres Yahudi Pertama di Basle, Swiss, 1897. Dalam kongres tersebut, Theodore Herzi (yang sejak 1882 menulis doktrin politik Yahudi dan dibukukan dalam Der Judenstaat, 1896) menjelaskan pentingnya sebuah negara Yahudi. Dan sejak saat itulah, gerakan Zionisme ala Herzl menyeruak ke seluruh penjuru dunia. Buku ini terdiri dari: Bab 1: Minoritas Muslim di Israel: Catatan Pendahuluan Bab 2: Formulasi Awal Politik Dominasi Yudaisme (1882-1950) Bab 3: Isu Minoritas-Mayoritas dalam Hubungan Sosial di Israel Bab 4: Kebijakan Israel terhadap Minoritas Muslim Bab 5: Respon Internasional terhadap Politik Diskriminasi dan Rasisme Israel Bab 6: Penutup