Badan Riset dan Inovasi Nasional
07-11-2022
12-08-2024
c30903fe-c6de-46c1-87d2-9f0ee15d10c9
Implikasi teoritik pelaksanaan Otonomi Daerah seharusnya mengambil bentuk peruba...
Penelitian Dinamika Kekuatan Masyarakat Lokal Era Otonomi Daerah merupakan salah...
Penelitian Dinamika Hubungan Keuangan Pusat – Daerah Perspektif Politik Lokal me...
Betapapun konflik sudah sering kita dengar dalam khasanah bahasa kita sehari-har...
Buku yang berada ditangan pembaca saat ini pada mulanya merupakan naskah hasil p...
INFORMASI: Data berikut ini masih dalam proses pemenuhan Prinsip SDI.
Dinamika Lembaga Perwakilan Lokal
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menempati posisi yang sangat kuat vis a vis Kepala Daerah. Posisi yang demikian kuat ini karena DPRD yang memilih, mengangkat dan memberhentikan Kepala Daerah. Setiap akhir tahun Kepala Daerah diwajibkan memberikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada DPRD. Melalui LPJ posisi Kepala Daerah diujung tanduk karena DPRD bisa menerima dan bisa menolak LPJ yang disampaikan oleh Kepala Daerah. Ini merupakan "hak istimewa" DPRD, yang dalam pelaksanaan kemudian, untuk beberapa kasus, dijadikan "alat bargaining" kepada Kepala Daerah. Selain itu, DPRD juga memiliki sejumlah, antara lain, (1) hak meminta keterangan; (2) hak mengadakan penyelidikan; (3) hak mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah; (4) hak mengajukan rancangan peraturan daerah; (5) hak menentukan anggaran belanja DPRD; dan (6) hak menentukan tata tertib DPRD. Dengan sejumlah hak yang dimiliki tersebut, yang apabila dijalankan karena persyaratan untuk melaksanakan hak tersebut cukup mudah, akan menciptakan mekanisme cheeks and balances antara DPRD dengan Kepala Daerah, suatu mekanisme yang di masa Orde Baru tidak berjalan, untuk mengatakan tidak ada sama sekali. Dengan dibekali sejumlah hak tersebut, DPRD mengalami reposisi. Apabila di masa Orde Baru yang berdasarkan UU No. 5 Tahun 1974, DPRD dalam posisi yang lebih rendah dari Kepala Daerah (karena Kepala Daerah berdasarkan asas dekonsentrasl merupakan aparat Pemerintah Pusat yang ada di daerah sehingga dapat dengan muaa atas nama Presiden bisa mengabaikan setiap inisiatif yang muncul dari DPRD), saat ini posisi DPRD cukup kuat bahkan legislative heavy. Namum sayang, posisi yang demikian kuat ini disalahgunakan oleh DPRD untuk kepentingan golongan kelompok dan pribadi. Padahal oleh para perancang UU No. 22 Tahun 1999 posisi kuat yang dimiliki DPRD tersebut dimaksudkan untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat. Sebagai wakil rakyat dengan hak yang dimiliki tersebut seharusnya DPRD memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat bukan kepentingan golongan kelompok dan pribadi. Akibatnya DPRD dihujat dan digugat, menghianati amanat rakyat. Buku ini terdiri dari: Bab 1: Pendahuluan Bab 2: DPRD Propinsi Kaltim: Menjaring Kearifan LOkal Bab 3: Profil dan Kinerja DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta Bab 4: Potret Wakil Rakyat di NTB 1999-2004: Perjuangan Untuk 'Pundi-pundi Ku', PAD atau 'Kesejahteraan Publik'? Bab 5: DPRD Kutai Kartanegara Dibalik Gemerlap Gerbang Dayaku Bab 6: Kinerja Lembaga Perwakilan Daerah: Studi Kasus DPRD Kota Yogyakarta Bab 7: DPRD Kota Batam dan Upaya Memperjuangkan Kepentingan Publik (Analisa terhadap Faktor-faktor Penghambat Implementasi dan Produk Fungsi Legislatif) Bab 8: Dinamika DPRD Bima, Aspirasi Masyarakat dan Krisis Kepemimpinan Daerah Bab 9: Potret Buram DPRD: Catatan Penutup