Badan Riset dan Inovasi Nasional
07-11-2022
12-08-2024
687c4d0c-82f3-40f5-a9ed-47c703f42204
Penemuan Curik Bali pada tahun 1912, di Bubunan, Bali, Stresemann menemukan buru...
Lack of food is an issue from time to time in the history of human life. Forests...
Conservation effort, as well as to preserve the sustainability of Majegau (Dysox...
**Pil aborsi merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghentikan keham...
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi dan indeks nilai penting...
INFORMASI: Data berikut ini masih dalam proses pemenuhan Prinsip SDI.
Alternatif Langkah Pelestarian Curik Bali
Dalam Pembukaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati, ditegaskan bahwa negara bertanggungjawab terhadap konservasi keanekaragaman hayatinya dan terhadap pemanfaatan sumber daya hayatinya secara berkelanjutan, termasuk curik bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912). Curik bali sudah dapat dinyatakan punah di alam sejak akhir tahun 2005. Penelusuran yang dilakukan oleh Asosiasi Pelestari Curik Bali (APCB) menemukan bahwa, selain di beberapa lembaga konservasi satwa, masih terdapat cukup banyak pemelihara curik bali tanpa izin. Oleh karena masih ada bibit, masih ada kemungkinan untuk memulihkan populasi curik bali ke habitat alaminya di dataran rendah Bali bagian barat laut dengan cara reintroduksi. Price (1989: 6–10) menyebutkan bahwa untuk keberhasilannya, suatu reintroduksi harus diawali dengan (1) prosedur (feasibilitystudy, preparation phase, release phase, dan postrelease monitoringphase), (2) ketersediaan habitat yang dapat mendukung ketersediaan pakan dan perkembangbiakan, (3) tersedianya relung ekologi dan pengetahuan mengenai daur hidup, dan (4) keserasian genetik. Dengan demikian, menangkarkan secara in situ dengan hanya melepas kembali suatu populasi ke alam dan selalu memberipakan tambahan tanpa menyiapkan genetik yang baik serta ekosistem yang mendukung berarti kegiatan tersebut belum dapat disebut melakukan reintroduksi. Dalam melakukan reintroduksi atau pelepas liaran curik bali di habitat aslinya juga akan melalui berbagai tahapan, namun tidak sepenuhnya sama dengan yang dikemukakan oleh Price. Ketersediaan luas “bakal” habitat yang diperkirakan dapat mendukung lebih dari lima ratus individu curik bali produktif yang akan direhabilitasi dengan menjadikan enclave Sumber klampok–Sumber batok serta hutan produksi menjadi bagian dari kawasan konservasi. Keutuhan tipe vegetasi mangrovedi Teluk Banyuwedang merupakan ekosistem yang siap mendukung kelestarian curik bali. Komposisi genetik sejumlah curik bali yang telah diuraikan dalam buku ini menunjukkan bahwa tingkat homosigositas curikbali sangat tinggi. Dengan tingkat homosigositas yang tinggi, populasi curik bali sangat rentan untuk punah yang disebabkan oleh kelemahannya sendiri. Oleh karena itu, langkah yang harus dilakukan adalah menyediakan populasi curik bali sehat dan mampu bertahan hidup di alam tanpa bantuan manusia serta memiliki tingkat homosigositas rendah minimal dalam jumlah lebih dari lima ratus individu dengan usia produktif. Jakarta: LIPI Press, 2017. xv hlm. + 351 hlm.; 14,8 × 21 cm ISBN: 978-979-799-919-3